Rabu, 22 Juni 2011

Senyuman yang Kudamba

      Pagi ini ku terbangun dari tempat tidurku karena suara lirih dari ayahku.Ya, ayah memang selalu berpamitan kalau hendak berangkat ke Gresik, tempat ia bekerja. Dalam seminggu aku hanya bisa berjumpa dengannya 3 kali.  Ku kira pagi ini, ayah hendak memberiku uang saku mingguan lantas berpamitan seperti biasanya, tetapi ternyata salah.
      Saat ku buka mataku, aku melihat rumahku masih sepi belum ada yang bangun, hanya ada ayah yang sudah berpakaian rapi. Memang ayah selalu berangkat pagi-pagi sekali ke Gresik. Terkadang jam setengah 4 pagi aku pun harus terbangun karena suara alarm ayah berbunyi, yang menandakan ayah harus segera bangun, mandi, shalat dan berangkat.
     Tubuhku seakan enggan untuk bangun, tapi ayolah ini ayah yang memanggil. Setelah aku membuka pintu ke garasi, ayah memintaku menutupkan pintu garasi setelah ia pergi. Rupanya ayah tak mau membangunkan ibuku yang mungkin kecapekan jadi  akulah yang harus menggantikan peran ibu biasanya.
     Sambil berdiri di pojokan pagar kulihat langit masih gelap dan hawa dingin di luar rumah segera berebut masuk ke dalam. Dingin sekali ternyata. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati, apakah ayahku merasakan dingin ini setiap pagi?Mengapa ia tak pernah mengeluh? Yang kutahu hanya senyuman yang ayah bawa saat ia pulang.
      Memang ayahku minggu-minggu ini harus pulang setiap hari, karena simbah sudah 6 hari ini kritis di rumah sakit. Ayah harus bolak-balik dari Gresik ke rumah sakit setiap hari. Berangkat dari rumah sepagi buta itu, dan saat pulang pun ayam-ayam mungkin sudah tertidur. Karena bukan hanya ayam, akupun terkadang tidak tahu ayah sampai di rumah jam berapa. Tahu-tahu pagi ayah sudah berangkat lagi.
      Itulah sebabnya, mengapa ibu tidak menutupkan pagar seperti biasanya, mungkin ibu juga terlalu capek. Dan aku kagum dengan ayah, ayah sangat mengasihani ibu dalam kondisi seperti ini, padahal aku juga tahu, ayah pasti capek sekali. Bahkan dalam kondisi sesibuk itu, aku masih ingat betul kemarin siang ayah menelponku. Ia menanyakan aku sedang dimana?Gimana hari ini?Dan Beliau minta maaf karena ia harus mengurus simbah jadi tidak bisa mengantar aku tes.
      Aku begitu terenyuh setelah mendapat telepon itu, yang harusnya minta maaf aku Yah, bukan Ayah. Terkadang aku malu dengan diriku sendiri, aku malu jika sedikit-sedikit aku mengeluh capek karena ini itu. Tapi Ayah?Ayah tidak pernah mengeluh. Ayah tidak pernah mengeluh harus banting tulang jauh-jauh untukku.
      Dan satu yang aku dapat dari pribadi Ayah yaitu hadapi semua dengan senyuman sesulit apapun kondisi itu. Aku ingin punya pribadi sekuat dan setegar ayah. Aku ingin ayah selalu tersenyum dalam hidupnya, dan aku ingin ayah menangis karena bangga bukan karena sedih.
      Sebagai seorang anak, aku hanya bisa berusaha memberikan yang terbaik buat Ayah, dan mendoakan Ayah selalu bahagia. Meskipun aku tak bisa menghabiskan waktu setiap hari dengan Ayah, tapi aku bisa merasakan ayah sayang sama aku, sama kakak aku,dan sama ibu aku. Terima kasih ya Ayah buat semuanya, AKU SAYANG SAMA AYAH :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar